BIOETIKA

  


A.    Pengertian Bioetika

Bioetika berasal dari dua kata Yunani (“Bios” = Hidup dan “Ethos” = adat istiadat atau moral), yang secara harfiah berarti Etika hidup.  Dalam arti luas, bioetika merupakan penerapan etika dalam ilmu-ilmu yang biologis, obat, pemeliharaan kesehatan, dan bidang-bidang terkait. Terkadang, istilah bioetika digunakan untuk mengganti sebutan etika medis yang mencakup masalah-masalah etis tentang ilmu-ilmu biologis seperti penyelidikan tentang hewan, serta usaha-usaha untuk memanipulasi spesies-spesies bentukan genetik non manusiawi.

Makna asli bioetika merujuk pada studi sistematis atas prilaku dalam ilmu-ilmu tentang hidup dan kesehatan, sejauh perilaku ini diuji dalam cahaya nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral. Sementara itu, Callahan melukiskan bioetika sebagai sebuah disiplin baru yang bertanggung jawab atas tugas pengolahan sebuah metodologi yang membantu para pakar medis dan mereka yang terjun dalam bidang ilmu pengetahuan untuk mengambil keputusan-keputusan yang baik dan benar dari tinjauan sosiologis, psikologis dan sejarah. Sedangkan Varga menekankan tugas bioetika untuk mempelajari moralitas tentang perilaku manusia dalam bidang ilmu pengetahuan tentang hidup. Ini mencakup etika medis, namun dari sisi lain melampaui masalah-masalah moral klasik dalam bidang pengobatan dan masalah-masalah etis tentang ilmu biologi.

B.     Sejarah Bioetika

Bioetika dicetuskan pada tahun tujuh puluhan, sedang bioetika sebagai konsep sudah merupakan kekayaan (heritage) umat manusia ribuan tahun yang lalu. Orang yang pertama kali menciptakan istilah “bioethics” adalah Van Resselaer Potter, seorangpeneliti biologi dibidang kanker dan Profesor di Universitas Wisconsin. Awal tahun 1971 ia menerbitkan bukunya Bioethics: Bridge to the Future. Tahunn sebelumnya ia sudah menulis sebuah artikel Yang menyebut istilah yang sama yaitu Bioethics, the Science of Survival. Kemudian Potter mengakui bahwa istilah ini dengan tiba-tiba muncul dalam pemikirannya, sebagai semacam ilham. Ia memaksudkan bioetika sebagai suatu ilmu baru yang menggabungkan pengetahuan ilmu hayati dengan pengetahuan tentang sistem-sistem nilai manusiawi dari etika. Dengan demikian, dua kebudayaan ilmiah yang senantiasa terpisah dapatmemperkuat dan memperkaya satu sama lain. Hal itu perlu supaya bangsa manusia dapat bertahan hidup. Sebagai tujuan terakhir bidang baru ini ialah melihat not only to enrich individual lives but to prolong the survival of the human species in an acceptable form of society (bukan saja memperkaya kehidupan indovidual, tetapi memperpanjang bertahan hidupnya spesies manusia dalam bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat). Tidak lama kemudian andre Hellegers dan rekan-rekannya mulai memakai juga kata Bioethics. Hellegers adalah ahli kebidanan, fisiologi fetus dan demografi yang berasal dari belanda dan bekerja di Universitas Georgetown, Washington D.C. Ia berfikir bahwa dia sendiri (bersama rekan-rekannya) menciptakan istilah itu untuk pertama kali dan memang mungkin terjadi demikian, tak tergantung dari Potter. Namun, lebih probabel adalah Hellegers membaca kata itu dalam artikel atau buku Potter, lalu melupakan asal-usul itu dan secara spontan memberi isi baru kepada istilah ini. Yang pasti adalah Hellegers memakai kata “Bioetika” seperti dimengerti kemudian. Ia memaksudkan bioetika sebagai kerja sama antara ilmu-ilmu hayati, isu sosial, dan etika dalam memikirkan masalah-masalah kemasyarakatan dan moral yang timbul dalam perkembangan ilmu-ilmu biomedis.

C.    Prinsip Bioetika dalam penelitian Genetika

1.      Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).

Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, adalah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri dari:

a.       Penjelasan manfaat penelitian

b.      Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan

c.       Penjelasan manfaat yang akan didapatkan

d.      Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subyek berkaitan dengan prosedur penelitian

e.       Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja

f.        Jaminan anonimitas dan kerahasiaan.

 

2.      Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect forprivacy and confidentiality.

Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai pengganti identitas responden.

3.      Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness).

Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

4.      Manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits)

Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek (nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres, maupun kematian subyek penelitian.

D.    Ciri-Ciri Bioetika

a.       Interdisiplinerilitas

Melibatkan ilmu pertanian, hayati, biomedis, hukum, Ilmu sosial, teologi, dll.

b.      Internasionalisasi

Problem-problem etis yang ditimbulkan dalam perkembangan ilmu-ilmu hayati bersifat internasional

c.       Pluralisme

Banyak golongan dan pandangan diikutsertakan (Interaksi yang saling menghormati dan toleransi satu sama lain)

 

E.     Prinsip Hak untuk Hidup sebagai Hak Manusiawi

Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Kata asasi berasal dari bahasa arab haqqa,yahiqqu, haqqaan yang artinya benar, pasti nyata, tetap dan wajib. Manusia dari kata indonesia yang artinya umat, ciptaan tuhan yang berakal budi. Hak asasi manusia terdiri dari tiga kata yaitu hak, asasi dan manusia.

John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak hak yang diberikan langsung oleh tuhan yang maha pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1 undang undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia disebutkan bahwa “hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa dan merupakan anugrah nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan hargkat dan martabat manusia”.

Dasar dari semua hak asasi manusia adalah manusia memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan apa yang dia inginkan. Hak asasi manusia merupakan kebutuhan dari realitas sosial yang bersifat universal. Hak asasi manusia tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun diwarisi. Hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, suku, pandangan politik, budaya atau asal usul sosisal dan bangsa.  Orang tetap mempunyai hak asasi manusia walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar hak asasi manusai (Mansyur Fakih,2003)

Dalam bioetika, moral dan etika itu sendiri merupakan prinsip dasar yang benar-benar harus dijadikan pijakan dalam pemanfaatan teknologi yang sedang berkembang pesat kini. AlQur’an dan Hadis memang tidak membahas permasalahan bioetika secara jelas mengenai prinsip dan batasannya. Umar Anggara Jenie dalam taufiq hidayat (2012) menyatakan bahwa istilah bioetik muncul dengan tujuan untuk memberikan solusi kepada konflik moral yang kian meningkat seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan di bidang biologi. Adapun prinsip bioetik ialah otonomi, keadilan, kebermanfaatan dan antikejahatan. Bioetik tidak bermaksud untuk menghalangi dan menghambat pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan sekadar memberikan rambu-rambu agar tidak terjadi manipulasi. Prinsip-prinsip bioetik yang telah disebutkan di atas, sesungguhnya al-Qur’an telah menyebutkan dan mengajarkan jauh sebelum dicetuskannya bioetika, hanya saja penggunaan istilah yang berbeda. Bioetika memiliki lingkup yang sangat luas, kompleks, dan problematis. Lingkup bahan/ materi kajian yang dianggap sebagai prinsip bioetik tidak hanya terbatas pada lingkup aspek kemanusiaan saja atau manusia sebagai makhluk, tetapi juga aspek ketuhanan.

 

F.     Prinsip Dasar Bioetika

Prinsip bioetika dari seorang filsuf dan teolog Beauchamp dan Childres, yang mempublikasikan Principle of Biomedical Ethic (Bertens, 2001). Mereka mengemukakan empat prinsip dasar bioetika yang dikembangkan dari dasar etika Sumpah Hiprocrates, Surat Hak Pasien, Deklarasi Geneva 1984 yaitu:

1.      Otonom: dasar prinsip otonom adalah bahwa setiap individu mampu bebas dari objek personal dan bertindak menurut kebebasannya. Otonom ini mempunyai 3 syarat dasar, yaitu:

a.       Mempunyai maksud/intense;

b.      Paham akan arti tindakannya;

c.       Tidak berada dalam pengaruh luar

2.      Tidak merugikan: “primum non nocere”, artinya bahwa tidak diperbolehkan membuat rusak dan keburukan.

3.      Menguntungkan: dalam arti harus berbuat baik, diungkapkan dalam bentuk  melindungi dan membela hak asasi orang lain, mengantisipasi supaya tidak ada yang merugikan orang lain, menghilangkan kondisi-kondisi yang dapat memancing prasangka terhadap orang lain, membantu orang cacat, dan
menyelamatkan orang lain yang berada dalam bahaya.

4.      Keadilan: keadilan distributif; kasus yang sama seharusnya diperlakukan dengan cara sama dan kasus yang berbeda diperlakukan dengan cara yang berbeda.

 

G.    Penerapan Bioetika Pada Hewan Coba (Animal Research) di Laboratorium

Hewan coba adalah hewan yang dapat digunakan untuk suatu tujuan penelitian tertentu dan umumnya menggunakan hewan laboratorium hingga hewan ternak. Penggunaan hewan percobaan dalam berbagai penelitian fisiologi, biokimia, farmakologi, patologi, komporatif zoologi dan ekologi, juga dilakukan untuk pengembangan obat-obatan, vaksin dan produk-produk khusus misalnya: kosmetik, shampoo, dan pasta gigi. Hewan percobaan
juga digunakan untuk proses pembelajaran dalam dunia pendidikan. Hewan percobaan yang paling sering digunakan untuk penelitian dapat digolongkan berdasarkan anatomi, fisiologi, dan behaviour-nya, seperti; Rodensia, Kelinci, Karnivora, Primata, dan Unggas (Kusumawati, 2004). Beberapa penelitian menggunakan hewan coba bertujuan untuk:

1.      Meramalkan efek yang mungkin timbul dalam percobaan pada manusia;

2.      Untuk penelitian fisiologik;

3.      Efek patologik;

4.      Efek toksikologik;

5.      Pencegahan;  

6.      Diagnostik;

7.      Terapeutik;

8.      Untuk menguji sekumpulan preparat biologi yang tidak dapat diperiksa kadarnya dengan metode fisik.

Pendapat serupa di kemukakan Fatchiyah (2013), alasan mengapa hewan percobaan tetap diperlukan dalam penelitian khususnya di bidang kesehatan, pangan dan gizi antara lain:

1.      Keragaman dari subjek penelitian dapat diminimalisasi,

2.      Variabel penelitian lebih mudah dikontrol,

3.      Daur hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat multigenerasi,

4.      Pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap materi penelitian yang dilakukan,

5.      Biaya relatif murah,

6.      Dapat dilakukan pada penelitian yang beresiko tinggi,

7.      Mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan karena kita dapat membuat sediaan biologi dari yang maksimum untuk keperluan penelitian simulasi, dan

8.      Dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas.

Penelitian yang menggunakan hewan coba, harus mengacu pada misi filsafat etika, yaitu dengan etika akan membawa pada perkembangan ilmu pengetahuan untuk menciptakan suatu peradaban yang baik bukan menciptakan malapetaka dan kehancuran. Dengan demikian, maka etika itu tidak hanya berguna sebagai tolak ukur akan kebaikan sesuatu ilmu dalam perbuatan pelaksanannya, tetapi telah menjadi alat pembimbing bagi orang yang bergumul dengan keyakinan yang dimilikinya. Sebab ilmu pengetahuan ditinjau secara aksiologi memiliki makna bahwa hakikat ilmu pengetahuan akan mempunyai arti apabila ilmu pengetahuan itu mempunyai nilai pragmatis atau mempunyai makna fungsional bagi kelangsungan hidup masyarakat secara lebih berkualitas dalam segala aspeknya. Atas dasar tersebut maka prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap ilmuan dalam memahami makna aksiologi ilmu pengetahuan antara lain:

1.      Seorang ilmuwan mempunyai tanggungjawab sosial dan moral yang terpikul dipundaknya. Seorang ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual, namun juga ikut bertanggunjawab agar produk keilmuan atau hasil-hasil penelitian ilmiah mampu memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat secara kuantitatif atau kualitatif.

2.      Proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etis bagi
seorang ilmuwan. Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan pada setiap proses penelitian yang dia lakukan.

3.      Seorang ilmuwan harus mampu memberikan penjelasan (eksplanasi) tentang
fenomena hidup; mampu memberikan kesimpulan tentang fenomena hidup; dan mampu memprediksi tentang fenomena hidup secara objektif dan komprehensif, serta selalu membangun komitmen untuk ikut membentuk
atau mewarnai pola perilaku manusia paripurna (manusia yang berkualitas dalam hubungan dengan sesamanya, dengan alam dan dengan Tuhan) (Drijarkara, N.,1977; Suriasumantri J.S., 2013; Mutahhari, 1986).

4.      Agar seorang ilmuwan mampu memberikan kontribusi pencerahan pemikiran kepada setiap manusia dalam memaknai segala fenomena kehidupan, maka setiap ilmuwan harus mampu membangun kualitas diri (internal) secara padu dan seimbang antara kualitas potensi intelektual, emosional dan spiritualnya (IESQ).

Selain mengacu pada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap ilmuan dalam memahami makna aksiologi, maka penelitian yang menggunakan hewan coba juga harus mengacu pada peraturan perundang-undangan Nasional dan International, Komisi Etik Penelitian Kesehtan (KEPK) dan Komisi
Pemanfaatan dan Pemeliharaan Hewan (KPPH), dan prinsip dasar etik pengguna hewan coba yang sudah di lakukan revisi deklarasi Helsinki Tokyo tahun 2014, yang berbunyi:

Ø  Butir 11: Penelitian kesehatan yang mengikutsertakan MSDP harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah yang sudah diterima secara umum, didasarkan pada pengetahuan seksama dari kepustakaan ilmiah dan sumber informasi lain, percobaan laboratorium yang memadai, dan jika layak percobaan hewan.

Ø  Butir 12: Keberhatian (caution) yang tepat harus diterapkan pada penelitian
yang dapat mempengaruhi lingkungan dan kesejahteraan hewan yang digunakan dalam penelitian harus dihormati (respect). Penelitian dengan menggunakan hewan percobaan secara etis dapat di pertanggunganjawabkan hanya jika:

a.       Tujuan penelitian bernilai manfaat

b.      Desain penelitian dibuat sedemikian rupa sehingga besar kemungkinan tujuan penelitian tersebut akan dapat tercapai

c.       Tujuan penelitain tidak mungkin dapat dicapai dengan menggunakan alternatif subyek atau prosedur yang secara etis lebih dapat diterima dan tidak mengurangi semua kaidah ilmiah yang diperlukan

d.      Manfaat lebih besar dibandingkan dengan penderitaan yang di alami hewan
coba.

Penelitian medis dan biologi yang menggunakan hewan coba menyepakati bahwa, hewan percobaan yang menderita dan mati untuk kepentingan manusia perlu dijamin kesejahteraannya serta diperlakukan secara manusiawi. Tiga prinsip dasar etik pelaksanaan penelitian menggunakan hewan percobaan sebagai berikut:

1.      Tiga pilar prinsip etik penelitian

a.       Respect for Animal : Setiap peneliti yang menggunakan hewan coba harus menghormati hewan tersebut

b.      Beneficence : Bermanfaat bagi manusia dan makhluk lain

c.       Justice : Bersikap adil dan memanfaatkan hewan percobaan.

2.      Prinsip etik penggunaan hewan percobaan

a.       Reduction : penggunaan hewan dalam jumlah sekecil mungkin tetapi memberikan hasil penelitian yang sahih 

b.      Replacement:

·         Relative, mengganti hewan percobaan dengan memakai
organ, jaringan hewan dari rumah potong, atau dari ordo yang lebih rendah;

·         Absolut, mengganti hewan percobaan dengan memakai kultur sel jaringan/tissue culture, program computer

c.       Refinement : mengurangi rasa distress dengan memakai obat analgetik,
sedativa, anestesi atau dengan melakukan prosedur secara benar oleh tenaga ahli teknisi yang terlatih.

3.      Prinsip etik pemeliharaan / perlakuan terhadap hewan percobaan 5F (fredom)

Ø  Freedom from hunger and thirst

Misalnya : Mencit

1)      Pakan

Kandungan nutrisi:

·         Protein                         : 20-25%

·         Lemak                         : 10-12%

·         Pati                              : 45-55%

·         Serat kasar                  : max 4%, Abu 5-6%.

·         Plus vit A                    : 15.000-20.000 IU/Kg

·         Vit D                           : 5.000 IU/Kg

·         Vit E                            : 50 mg/kg

·         Asam linoleat              : 5-10 g/Kg

·         B1                               : 15-20 mg/Kg

·         Vit B12                       : 30 ug/Kg;

2)      Jumlah yang dimakan       : 305 g/hari.

Ø  Freedom from pain,injury, diseases (bebas dari rasa nyeri, trauma dan penyakit)

Caranya:

1)      Program promotif;

2)      Pencegahan penyakit: bioskurity, vaksinasi, dan medikasi;

3)      Pengobatan :sesuai penyakitnya;

4)      Meminimalkan rasa nyeri: analgesik anathesia dan euthania (metode fisik, inhalasi obat bius, suntikan obat bius).

Ø  Freedom from discomfort (ketidaksenangan)

Caranya :

Membuatkan kandang dengan ukuran yang sesuai dengan lingkungan yang nyaman sebagai tempat tinggal, seperti suhu, kelembaban, lampu penerangan, ventilasi, kebersihan kandang terkontrol, dan lain-lain.

Ø  Freedom from fear and distres (ketakutan dan kesusahan)

Caranya :

1)      Memberi kondisi (lingkungan, perlakuan) kandang yang nyaman,

2)      Memberikan masa adaptasi dan latihan sebelum diberi perlakuan, personil menangani hewan coba yang profesional.

Ø  Freedom express natural behavior (mengekspresikan tingkah laku alami):

1)      Memberikan ruang dan fasilitas yang sesuai (pengayaan lingkungan yang sesuai dengan biologi dan tingkah laku sp), mencari makan, dll.,

2)      Memberikan sarana untuk kontak sosial (bagi sp yang bersifat sosial)
berpasangan atau berkelompok, memberikan kesempatan untuk prooming, mating bemain, dll.

3)      Program pengayaan lingkungan (environmental dan enrichment). Argumen dasar dalam penelitian hewan adalah bahwa manfaatnya untuk manusia dalam banyak hal (Botting dan Morrison dalam Resnik, 2013). Hewan memainkan peran penting dalam penelitian dasar karena manusia dan hewan memiliki banyak persamaan fisiologis, anatomi, biokimia, genetika, dan persamaan perkembangan: pengetahuan tentang otak Tikus dapat membantu dalam pemahaman tentang otak manusia. Meskipun ada beberapa alternatif untuk model hewan, mereka memiliki aplikasi yang terbatas. Tanpa menggunakan hewan dalam penelitian, manusia akan kekurangan makanan yang aman, obatobatan, dan kosmetik serta banyak pengetahuan medis dan biologi. Hewan dikorbankan untuk memaksimalkan konsekuensi yang baik bagi manusia. (Resnik, 2013). Pada prinsip dasarnya penggunaan hewan coba adalah:

1)      Untuk kemajuan pengetahuan biologi;

2)      Bila layak gunakan metode simulasi komputer, matematik, dan invitro untuk mengurangi jumlah hewan coba;

3)      Pecobaan hewan hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan seksama, ada relevansi kuat terhadap kesehatan manusia dan pengembangan ilmu biologi;

4)      Sp hewan coba harus tepat dan dari filogeni serendah mungkin;

5)      Peneliti harus melakukan hewan sebagai mahluk perasa;

6)      Peneliti harus beranggapan bahwa prosedur yang menimbulkan rasa nyeri pada manusia juga menimbulkan nyeri pada hewan coba;

7)      Prosedur yang menimbulkan nyeri harus dengan pembiusan yang lazim;

8)      Pada akhirnya penelitian hewan yang menderita nyeri hebat, kecacatan harus dimatikan tanpa rasa nyeri;

9)      Hewan yang dimanfaatkan untuk penelitian harus dijamin dalam keadaan hidup yang paling baik berdasarkan animal laboratory science.

Pada abad ke-20 terjadi elaborasi konsep bahwa semua manusia adalah sama dalam hak asasi manusia. Salah satu keputusan yang dibuat oleh PBB adalah Universal Declaration of Human Rights (1948) dimana pasal 1 menyebutkan : ”Semua manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dan sama dalam martabat dan hak-haknya.” Banyak organisasi nasional dan internasional telah menghasilkan pernyataan-pernyataan hak-hak asasi manusia, baik untuk semua orang , semua warga Negara tersebut, atau untuk kelompok individu tertentu ( hak anak, hak pasien, hak konsumen, dll). Banyak organisasi telah dibentuk untuk menjalankan hak-hak tersebut. Namun sayang, hak-hak asasi manusia masih belum dihormati di banyak Negara. Profesi kesehatan mempunyai perbedaan sudut pandang mengenai persamaan dan hak-hak pasien. Satu sisi dokter paham bahwa tidak boleh “membiarkan pertimbangan usia, penyakit atau kecacatan, keimanan, etnik, jenis kelamin,nasionalitas, keanggotaan politik, ras, orientasi seksual, atau posisi sosial mengintervensi tugas saya san pasien saya” (Deklarasi Jenewa).

Pada saat yang sama dokter juga mengklaim bahwa mereka berhak menolak atau menerima pasien kecuali dalam keadaan gawat. Walaupun pembenaran penolakan ini berhubungan dengan keseluruhan praktek atau kurangnya spesialisasi dan kualifikasi pendidikan, namun jika dokter tidak memberikan alasan penolakan tersebut maka dengan mudah dikatakan dokter telah melakukan deskriminasi. Dalam hal ini hati nurani pasien mungkin satu-satunya cara mencegah pelecehan terhadap hak-hak orang lain, bukan hukum
ataupun penegak disiplin. Bahkan walaupun dalam memilih pasien dokter tetap menghargai dan memandang sama, dokter dapat saja tidak melakukan hal sama dalam hal perilaku dan perawatan yang diberikan kepada pasien.

Kasus yang diberikan pada awal bab ini menggambarkan hal tersebut. Seperti dijelaskan dalam Bab I, belas kasih merupakan salah satu nilai inti dari pengobatan juga merupakan elemen pokok dalam hubungan terapi yang baik. Belas kasih berdasarkan pada penghargaan terhadap kehormatan pasien dan nilai yang ada, dan lebih jauh lagi menghargai dan merespon terhadap kerentanan pasien dalam hal penyakit da/atau kecacatan. Jika pasien merasakan belas kasih dan penghargaan dokter, mereka akan lebih percaya terhadap dokter untuk bertindak berdasarkan kepentingan terbaik pasien dan kepercayaan ini dapat menjadi andil terhadap proses penyembuhan. Kepercayaan yang sangat penting dalam hubungan dokter-pasien secara umum diartikan bahwa dokter tidak boleh mengabaikan pasien yang perawatannya telah mereka lakukan.

Kode Etik Kedokteran Internasional dari WMA menyatakan bahwa satu-stunya alasan yang dapat mengakhiri hubugnan dokter-pasien adalah jika pasien memerlukan perawatan dokter lain untuk keahlian yang berbeda: ”Seorang dokter harus memberikan kepada pasiennya loyalits penuh dan semua pengetahuan yang dimilikinya”. Jika pemeriksaan atau tindakan di luar kapasitas seorang dokter dia harus menyerahkan kepada dokter lain yang mempunyai kemampuan yang diperlukan. Walaupun demikian ada banyak alasan lain mengapa seorang dokter ingin mengakhiri hubungan dengan pasien, seperti dokter tersebut pindah atau berhenti praktek, penolakan pasien atau ketidak mampuan membayar perawatan, ketidaksukaan dokter atau pasien, penolakan pasien melakukan perintah dokter, dll. Alasan tersebut mungkin dapat saja diterima, namun dapat juga tidak etis. Saat melakukan tindakan dokter harus memperhatikan kode etik atau petunjuk lain yang sesuai dan secara hati-hati meneliti motif mereka. Dokter-dokter harus disiapkan untuk dapat membenarkan tindakan mereka, terhadap diri mereka sendiri, kepada pasien, dan kepada pihak ketiga yang sesuai.

Jika motif tersebut benar, dokter harus membantu pasien mencari dokter lain yang sesuai atau jika hal tersebut tidak mungkin, dokter harus memberitahukan hal tersebut sebelumnya, mengenai penghentian perawatan sehingga pasien dapat mencari alternatif perawatan medis. Jika motif yang ada tidak benar seperti prasangka yang tidak berdasar, dokter harus mengambil langkah untukmenghadapi defek yang mungkin terjadi. Banyak dokter, terutama yang bekerja di sektor publik, sering tidak mempunyai kemampuan untuk memilih pasien yang akan mereka rawat. Beberapa pasien dapat saja berbahaya dan dapat mengancam keselamatan dokter, yang lainnya tidak menyenangkan karena sifat anti sosialnya serta perilakunya. Apakah pasien-pasien seperti ini masih berhak mendapatkan hak untuk dihargai dan diperlakukan sama, ataukah dokter diharuskan melakukan tindakan lebih atau bahkan heroik untuk menciptakan dan menjaga hubungan terapi mereka? Jika berhubungan dengan pasien seperti ini, dokter harus menyeimbangkan tanggung jawab terhadap keselamatan dan kebaikan diri mereka dan juga staf-stafnya dengan tugasnya untuk menyembuhkan. Dokter harus berusaha mencari jalan agar kedua kewajiban tersebut dapat terpenuhi, dan jika tidak mungkin harus dicari alternative perawatan pasien.

 Tantangan lain terhadap prinsip penghargaan dan perlakuan yang sama bagi pasien muncul dalam perawatan pasien infeksi. Fokusnya sering kali pada pasien HIV/AIDS, tidak hanya karena penyakitnya yang mengancam jiwa namun juga karena hal itu sering dikaitkan dengan prasangka sosial. Namun ada banyak penyakit infeksi lain yang lebih mudah ditularkan kepada pekerja kesehatan dibanding HIV/AIDS. Beberapa dokter ragu dalam melakukan prosedur invasif terhadap pasien dengan kondisi tersebut karena kemungkinan dokter dapat tertular. Namun demikian, kode etik kedokteran tidak membuat perkecualian terhadap pasien infeksi karena memang kewajiban dokter untuk memperlakukan semua pasien secara sama. Berikut adalah Statement on the Professional Responsibility of Physicians in Treating AIDS Patient yang dikeluarkan oleh WMA:

Ø  Pasien AIDS harus mendapatkan perawatan yang tepat dengan belas kasih dan penghargaan martabat manusia.

Ø  Seorang dokter tidak boleh menolak secara etis untuk melakukan tindakan terhadap pasien yang kondisinya dalam kompetensi dokter, hanya karena pasien tersebut seropositif.
Etika kedokteran tidak membenarkan deskriminasi berdasarkan kategori
 tertentu terhadap pasien hanya karena seropositif tersebut.

Ø  Seorang yang menderita AIDS memerlukan perawatan yang tepat dan dengan belas kasih.

Dokter yang tidak sanggup memberikan perawatan dan pelayanan yang diperlukan oleh pasien AIDS harus membuat rujukan yang sesuai terhadap dokter atau fasilitas yang dapat memberikan pelayanan yang diperlukan. Sampai rujukan didapatkan, dokter harus terus merawat pasien berdasarkan kemampuan terbaik yang dimilikinya. Hubungan dokter-pasien yang memang intim dapat memunculkan ketertarikan seksual. Aturan dasar dalam etika kedokteran tradisional adalah ketertarikan seperti itu harus dicegah. Sumpah Hippocrates: ”Tak peduli rumah yang aku kunjungi, saya akan datang demi keuntungan si sakit, tetap bebas dari semua niat yang tidak benar, perilaku yang tidak menyenangkan, dan khususnya hubungan seksual baik dengan pria atau wanita ....”.

Pada tahun-tahun terakhir ini, banyak ikatan dokter mengubah larangan
hubungan seksual antara dokter dan pasien mereka. Alasannya tentu saja sevalid seperti yang
digunakan oleh Hippocrates 2500 tahun yang lalu. Pasien adalah orang yang sangat rapuh dan percaya terhadap dokter untuk merawat mereka dengan baik. Mereka mungkin tidak akan dapat mencegah adanya ketertarikan seksual terhadap dokter sehingga perawatan yang dilakukan akan kacau. Dan terlebih lagi keputusan klinik seorang dokter dapat saja dipengaruhi oleh adanya keterlibatan emosional dengan pasien. Alasan yang terakhir tersebut sangat mungkin terjadi ketika dokter merawat anggota keluarganya, yang sangat dicegah dalam berbagai kode etik kedokteran yang ada. Namun seperti dalam beberapa pernyataan kode etik kedokteran yang lain, aplikasinya bisa sangat beragam tergantung keadaannya. Sebagai contoh dokter praktek seorang diri yang bekerja di daerah terpencil mungkin harus memberikan perawatan medis kepada anggota keluarganya terutama dalam keadaan darurat.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://core.ac.uk/download/pdf/326501655.pdf

https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Course-9830-7_00251.pdf

http://ibk113.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/6223/2017/08/PPT-UEU-Bioetika-Pertemuan-2.pdf

 

 

 

 

Komentar